http://emoticongue.blogspot.com -->

.t.h.e. .l.a.m.p. .p.o.s.t.

Monday, August 07, 2006

Confirmation Bias

Apa itu?

Pada suatu hari, Itong dan Frans sedang menonton final piala dunia 2006. Itong mendukung Italia, sedang Frans adalah pendukung Perancis. Pada final ada kejadian, Florent Malouda dijatuhkan di kotak penalti dan wasit menghadiahi penalti pada Prancis. Kontan Itong berteriak,”Diving!” sedang Frans membela,”dia dijatuhin sama Materazzi, diving darimana?” Saat rekaman video ditayangkan Itong komentar,”bener kan diving!” sedang Frans berpikir,”tuh... kakinya nyangkut, dijatuhin tuh!” Mana yang benar?

Fakta yang menarik adalah keduanya melihat rekaman yang sama dan memiliki pendapat yang berbeda. Pendapat yang mereka ambil, bisa disimpulkan, membela tim kesayangan mereka. Hal ini adalah salah satu bentuk confirmation bias

Confirmation bias adalah suatu bias yang menyebabkan kita cenderung melihat fakta-fakta yang menguatkan pendapat kita, dan kita meremehkan fakta-fakta yang tidak sesuai dengan pendapat kita, atau dalam kasus lain, kita melihat setiap fakta yang ada mendukung pendapat kita. Itu bahasa langitnya, gampangannya Confirmation Bias adalah gagal melihat sisi lain yang bertentangan dengan pendirian kita dan cenderung bertahan pada pendapat kita.

Mengapa?

Setiap manusia punya kecenderungan untuk merasa benar, mereka memiliki rasa ego,”aku harus benar” sedikit banyak inilah penyebab banyak kesengsaraan di muka bumi (cieee..... melip pek!!!). Hal inilah yang membuat kita cenderung menolak fakta yang menyangkal pendapat kita.

Sebab lain adalah seringnya kita terlibat secara emosional dengan pendapat kita. Maksudnya adalah, suatu sangkalan terhadap pendapat kita diartikan serangan pada pribadi kita. Kita seakan-akan dianggap nggak becus, atau bodoh.

Bagaimana Pengaruhnya?

Kita selalu menyangka para ilmuwan adalah orang yang berpikiran logis, dan tidak emosional. Ternyata hal ini keliru. Ilmuwan tetap manusia yang punya emosi. Contoh adalah ungkapan Max Planck yang kira-kira berbunyi bahwa diterimanya ilmu yang baru yang bertentangan dengan yang lama seringkali bukan karena ilmu yang baru memberikan bukti yang kuat tapi seringkali karena para pendukung ilmu yang lama telah meninggal dunia.

Pengaruh ini juga bisa terjadi pada kita, dalam hal sederhana adalah peristiwa Piala Dunia di atas. Dalam kehidupan sehari-hari, keputusan yang prematur atau asumsi yang salah, fanatisme terhadap nilai, bisa jadi mengarahkan kita mengambil keputusan salah. Dalam kasus lain, kita cenderung membenarkan diri jika kita dievaluasi negatif oleh orang lain.


Trus Solusinya?

Solusi praktis adalah :
  1. Membuka paradigma terhadap masalah yang dihadapi, open minded gitu.
  2. Membedakan antara usaha orang lain untuk mengoreksi pendapat kita dengan usaha untuk menjatuhkan kita, lebih bijak dan peka.
  3. Mengosongkan diri dari segala asumsi sebelum melihat fakta, pikiran netral dan siap menerima segala kemungkinan (boso opo maneh iki?)
  4. Merangkul pendapat orang lain dan menganalisisnya secara seksama dengan pikiran jernih, terbuka dan kritis terhadap masukan.
  5. Menjauhkan diri secara emosional dari pendapat kita, sehingga bisa nrimo

Kayaknya ini aja blog –nya sekian sampai jumpa di lain kesempatan.

Labels: , ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home